PEMUDA YPD&PA SUMUT
Blog Tools
Edit your Blog
Build a Blog
RSS Feed
View Profile
« June 2008 »
S M T W T F S
1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21
22 23 24 25 26 27 28
29 30
You are not logged in. Log in
Entries by Topic
All topics  «
Artikel PAP
ARTIKEL PAP 29 Sept-07
Kategori Pemuda
VALENTINE
Wednesday, 11 June 2008
Problematika Asumsi Dunia
Mood:  energetic
Now Playing: Problematika Asumsi Dunia
Topic: Artikel PAP

PROBLEMATIKA ASUMSI DUNIA

Seringkali sebagai orang Kristen kita didikte oleh asumsi-asumsi dunia, yg terkadang memang secara logis terlihat benar. Tetapi ada beberapa celah yang perlu kita soroti, sehingga kita tidak mau dijebak di dalamnya.

 

a. Kekristenan Ideal tapi Tak-Teraplikasikan

Salah satu asumsi yang seringkali didengungkan oleh mereka yang Kristen tapi tanggung adalah satu konsep bahwa ajaran iman Kristen itu sangat ideal, sangat baik, sangat tinggi, agung, tetapi sayang, nggak bisa diterapkan. Masalahnya adalah orang2 yg sudah sebelumnya menetapkan bahwa itu mustahil. Orang-orang ini didikte oleh dunia, bahwa kalau hidup di dunia tidak mungkin dengan iman Kristen, harus dengan cara dunia. Asumsi ini yang justru perlu dipertanyakan. Betulkah cara dunia itu yang bisa diterapkan? Ataukah cara dunia itu yang akan membawa kepada kebinasaan? Betulkah dengan korupsi, manipulasi, kolusi, semua baru bisa jalan, ataukah justru semua itu yang membuat secara global sistem dunia ini menjadi macet, mempersulit diri, merusak diri, dan pada akhirnya justru menghancurkan diri?

Banyak orang pikir Mat 16:24-26 adalah ajaran yang absurd dan merugikan (orang harus menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Kristus setiap hari). Tetapi justru cara itulah yang terbaik bagi manusia.

 

b. Dunia berdosa harus diatasi dengan cara berdosa

Salah satu konsep yg sangat berakar secara natural dalam diri manusia, apalagi yang sudah berkembang dan berakar dalam dosa, adalah pola "mata ganti mata" dan "gigi ganti gigi." Konsep ini pada dasarnya tidak salah kalau diterapkan secara tepat, yaitu dari Allah terhadap manusia (antara Pencipta terhadap ciptaan), bukannya manusia terhadap Penciptanya, atau ordo yang tidak mutlak terhadap ordo yang mutlak. Tetapi egoisme manusia telah membuang segala bentuk pembedaan yang hakiki ini. Akibatnya, muncul konsep, kalau dunia yang berdosa menggunakan cara berdosa, maka itulah juga cara yang harus ditempuh setiap orang untuk bisa survive di tengah dunia.

Celakanya, ketika kita sudah menjadi Kristen, sikap ini masih terus kita bawa. Gejala ini juga tampak pada murid-murid Yesus sebelum mereka mengerti sesungguhnya apa itu Kekristenan dan pola pikir Kristen. Mereka berusaha menggunakan cara-cara yang musuh mereka lakukan, dan berusaha untuk membalas mereka juga menggunakan cara yang dunia lakukan.

Salah satu konsep seperti ini berlaku khususnya di dunia bisnis, yaitu bahwa dunia bisnis memang sudah dikenal sebagai dunia yang kotor, sehingga kalau bergerak disitu yang harus berkanjang lumpur. Makanya jangan pakai baju putih. Lebih baik pakai celana gombal saja. Dunia berdosa perlu dihadapi juga dgn cara dosa.

Tetapi kalau kita kaji lebih cermat, adakah satu bidang di dunia ini yang tidak tersentuh oleh dosa? Bahkan di dunia agama, dosa masuk begitu hebat, sehingga dunia keagamaanpun tidak bisa bersih dan suci murni. Fakta ini perlu disadari, sehingga kita sadar, kemana kita lari, kita juga akan berhadapan dengan fakta yang sama. Bukan hanya dunia bisnis (atau lebih sempit: cuma di kantorku saja) yang brengsek. Seringkali ada orang Kristen yang berpindah dari satu kantor ke kantor lain, karena ia merasa kantornya "kurang Kristen." Ia mencari lingkungan yg imun, tanpa virus&tanpa bakteri. Maka satu-satunya tempat bagi dia adalah karantina.

Sejauh kita hidup, tidak mungkin kita bisa berharap ada satu tempat yang murni suci tanpa tersentuh dosa. Tetapi yang menjadi masalah, justru bagaimana di tengah dunia berdosa kita bisa tidak berdosa, atau lebih tepat memperjuangkan kehidupan pertumbuhan iman yang tidak berhenti berproses.

Salah jika kita mau didikte oleh asumsi dunia. Dunia berdosa tidak perlu dihadapi juga dengan cara dosa. Itu hanya menunjukkan bahwa kita jauh berada di bawah dunia, karena dunia yang mendikte kita. Seharusnya, kita bisa memberikan alternatif kepada dunia, untuk melihat cara penanganan yang lebih baik. Kita bukan mau membalik dunia, tetapi memberikan alternatif, sehingga dunia bisa melihat bahwa bukan cara mereka saja yang bisa dijalankan. Terobosan seperti ini memang membutuhkan tenaga, pemikiran, serta pengorbanan lebih besar. Tetapi sama seperti dunia juga berjuang keras untuk mendikte kita, marilah kita jangan mau dihanyutkan begitu saja, tetapi berjuang untuk juga menyodorkan alternatif kebenaran kepada dunia. Kita perlu merombak paradigma dunia dengan paradigma Kristen yang sejati. Baru dari situlah ada dasar pijak yang sejati dan acuan interpretasi yang benar untuk anak Tuhan bisa hidup di tengah dunia berdosa.

 

c. Kesucian Instan (Instant Holiness)

Asumsi ketiga yang sangat menyulitkan orang Kristen adalah konsep kesucian instan. Satu tekanan yang sengaja dunia berdosa kerjakan terhadap orang Kristen adalah tuntutan kesucian instan ini. Mereka tidak mau menerima konsep paradoks dan prinsip proses dinamis pertumbuhan Kristen.

Asumsi ini menekankan bahwa ketika kita menjadi Kristen, maka kita menjadi ciptaan baru, menjadi anak Tuhan, menjadi orang benar dan orang kudus. Istilah-istilah ini tidak salah, bahkan mutlak benar, tetapi interpretasinya yang bisa salah. Konsep ini kemudian dipakai dan dijadikan "truf" oleh orang non-Kristen utk menekan orang Kristen. Mereka langsung menuntut kesempurnaan dari orang tersebut. Maka asumsi ini menjadi tekanan bagi orang Kristen, yaitu ketika bertobat, ia harus segera menjadi suci sempurna, tidak ada kesalahan atau dosa yang dilakukan lagi, semua konsepnya menjadi Alkitabiah murni dan hidupnya menjadi malaikat. Celakanya, banyak orang Kristen, yg mendapat tekanan utk bersaksi dan memberitakan Injil "termakan" oleh asumsi ini, sehingga mereka berjuang keras utk menjadi malaikat (atau orang suci). Akibatnya mereka menjadi stress berat. Setelah stress berat, banyak orang Kristen yang akhirnya malah meninggalkan konsep kesucian Kristen dan berkembang menjadi liar, karena mereka anggap tokh mau suci juga nggak bisa, mendingan nggak usah jadi Kristen sekalian, atau menerima segala kebrengsekan hidup sebagai kewajaran.

Kita perlu sadar, bahwa sekalipun ketika bertobat kita langsung berstatus orang kudus, tetap kita berada di dalam proses untuk mencapai kesempurnaan status itu. Kita perlu memperkenankan Tuhan dan Firman-Nya menggarap hidup kita secara dinamis di dalam proses waktu. Kita tidak bisa menuntut Tuhan merubah kita dalam waktu satu detik menjadi orang sempurna.

Tuntutan Kristen instan membuat banyak orang Kristen menjadi stress atau munafik. Mereka berusaha menampilkan hidup yang palsu demi agar bisa menunjukkan "ke-instan-annya." (mirip supermi). Memang kita perlu memproses hidup kita sebaik mungkin dan secepat mungkin bisa bertumbuh, tetapi kita perlu membiarkan proses itu terjadi di dalam waktu. Semakin kita bertumbuh, semakin kita mampu mengerti hidup dan panggilan kita di hadapan Tuhan, serta bagaimana kita menggarapnya sesuai dengan kehendak Tuhan. Untuk itu, kita perlu terus belajar, memproses diri dan siap dibentuk oleh Tuhan.

 

KESALAHAN-KESALAHAN ASUMSI

 

A. Manusia pada hakekatnya baik

Salah satu anggapan dasar yang senantiasa berusaha dipertahankan oleh manusia adalah bahwa manusia itu baik. Kalau ada yang tidak baik itu hanyalah karena pengaruh lingkungannya. Karena itu, manusia sulit menerima fakta kejahatan yang ada di sekelilingnya. Yang lebih berbahaya lagi, konsep ini bisa berlanjut lebih jauh sampai pada kesimpulan bahwa Allah itu tidak ada. Mereka langsung mempertanyakan, jika Allah ada, mengapa masih ada kejahatan, mengapa ada cacat, peperangan, bahkan kematian. Mereka beranggapan bahwa mereka hanyalah "menjadi korban" dari lingkungan atau situasi di sekelilingnya.

Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa setelah Adam jatuh ke dalam dosa, maka setiap manusia sudah berdosa dan tidak ada yang benar (Kej 3; Rom 3:9-23). Dan Tuhan Yesus mengkonfirmasikan bahwa tidak ada yang baik, kecuali Allah (Mat 19:16-17). Ide ini mendobrak ilusi manusia di atas. Manusia beranggapan bahwa manusia itu baik, padahal Tuhan sendiri menegaskan bahwa manusia berdosa itu tidak baik. Di sini terjadi kontras pandangan. Di dalam kasus ini, jelas kita harus melihat kebenaran firman sebagai presuposisi utama (band. dengan artikel "Presuposisi Teologi"). Jadi jelas asumsi dunia berdosa, bahwa manusia berdosa itu baik, tidak mungkin benar.

Namun, penjelasan seperti ini tidaklah mudah diterima oleh para penganut paham atau asumsi diatas, sebelum meyakini sungguh, bahwa asumsi itu memang benar-benar tidak benar. Kita mungkin bisa melihat beberapa aspek untuk menunjukkan bahwa apa yang Alkitab katakan memang mutlak benar.

Pertama, kita mencoba menelusur asumsi itu dari dalam asumsi itu sendiri. Jika manusia itu memang baik, maka apa yang dilakukan oleh manusia akan baik. Tetapi pada faktanya, kita perlu menguji kembali, apa yang manusia lakukan. Benarkah mayoritas manusia itu baik. Dunia menyatakan bahwa tidak ada satu negara di dunia ini yang tidak memerlukan polisi dan pengadilan. Juga tidak ada satu negara yang penjaranya sama sekali kosong, karena orang-orang ditempat itu baik semua. Itu menunjukkan bahwa kejahatan, yang merupakan fakta riil yang melawan kebaikan, ada di seluruh dunia. Maka dari dalam diri asumsi itu sendiri, yaitu bahwa manusia pada hakekatnya baik, sudah terlawan oleh fakta yang menyatakan bahwa pada hakekatnya manusia jahat (tidak ada kambing jahat atau buah pepaya jahat, atau batu yang jahat, karena mereka tidak beretika) ada di mana-mana. Manusia memerlukan pendidikan moral dan pengajaran etika yang keras untuk bisa bermoral dan tidak jahat. Sebaliknya, untuk manusia menjadi kurang baik, tidak perlu dilakukan usaha apapun secara serius. Semua ini hanya membuktikan bahwa pada hakekatnya manusia berdosa itu jahat, bukannya baik. Manusia yang baik hanya terjadi ketika Allah mencipta Adam, tetapi keadaan ini sudah berubah sejak dosa masuk ke dalam diri manusia. Itulah yang Alkitab nyatakan kepada dunia.

Kedua, asumsi bahwa kalau manusia menjadi jahat adalah akibat pengaruh lingkungan, sebenarnya membuktikan bahwa manusia itu secara mayoritas jahat (paling tidak dari lingkungan itu). Siapakah yang disebut sebagai lingkungan yang menjadikan manusia itu jahat? Jawabnya adalah manusia juga. Jadi kalau manusia menjadi jahat karena produk lingkungan, berarti ia sendiri merupakan bagian dari pembentuk kejahatan, karena ia sendiri adalah bagian dari apa yang dikenal sebagai "lingkungan." Kalau ia mau mengatakan bahwa ia tidak jahat, tetapi semua manusia lain yang jahat, sikap itu sendiri sudah sangat jahat, karena mempersalahkan begitu banyak orang untuk tidak mau mengakui kejahatan diri sendiri. Kita yang mengatakan bahwa saya jahat karena lingkungan saya jahat, hanyalah usaha untuk melempar kesalahan kita pada pihak lain untuk mau melepaskan tanggung jawab. Sikap itupun pada dirinya sendiri sudah tidak baik, dan membuktikan bahwa kita pada hakekatnya tidak baik.

 

B. Manusia penentu nasibnya

Selanjutnya manusia akan beranggapan bahwa tidak ada siapapun yang bisa menolong manusia kecuali manusia itu sendiri. Dengan kata lain, manusia harus bisa menentukan nasibnya sendiri, atau lebih tepat, kalau manusia tidak mau melakukan, maka iapun akan menjadi korban dari nasibnya sendiri. Anggapan ini bukan hanya dipegang oleh para Ateis, tetapi juga oleh para Deis, yaitu orang-orang yang masih percaya ada Tuhan, bahkan percaya bahwa Tuhan itu yang mencipta manusia, tetapi mereka meyakini bahwa Tuhan itu tidak bisa berbuat apa-apa atas manusia, atau dengan kata lain, setelah mencipta, maka Allah melepaskan manusia untuk menentukan nasibnya sendiri.

Sepintas, pikiran ini sepertinya mengharuskan manusia betul-betul memikirkan bagaimana kita harus hidup efektif dan berani berjuang untuk tidak sekedar menerima "nasib" dan hidup secara skeptis. Namun jika dilihat dari sudut pandang Kristen, asumsi ini memiliki bahaya yang sangat besar, karena ditegakkan di atas pra-asumsi yang salah.

Pemikiran ini mempunyai dua dasar pikir, yaitu: (a) Tuhan hanya bisa mencipta, tetapi tidak kuasa atas sejarah dan pergerakan alam, sehingga mau tidak mau, manusialah yg menentukan semuanya. Dan (b) manusia adalah makhluk yang mampu dan mempunyai kekuatan utk menjalankan nasibnya sendiri secara totalitas. Padahal justru kedua pra-asumsi itulah yg salah.

Pertama, Allah bukan hanya bisa mencipta, tetapi Ia juga penopang dan pemelihara alam semesta. Alkitab menegaskan bahwa Allah adalah Tuhan atas sejarah. Hal ini dinyatakan dengan berbagai fakta dan penjelasan Alkitab, seperti seluruh sejarah berada di dalam kurun waktu, sedangkan waktu itu sendiri dicipta oleh Allah yang sendirinya berada di luar waktu. Dengan demikian, seluruh sejarah tidak mungkin lepas dari kontrol Allah. Alkitab juga menegaskan bahwa Allah adalah Allah yang Mahakuasa. Itu berarti, tidak ada kuasa apapun yang lebih besar dari kuasa-Nya sendiri, sehingga tidak ada apapun yang bisa membatasi diri-Nya kecuali diri-Nya sendiri. Dengan demikian, jika manusia merasa dia lebih hebat dari Allah, itu satu asumsi yang sangat memalukan, karena menyatakan arogansi manusia sebagai makhluk yang dicipta.

Kedua, manusia bukan hanya dicipta, tetapi sebagai ciptaan, ia menjadi makhluk yang terbatas. Ia terbatas secara ruang dan waktu, ia juga terbatas secara kemampuan dan tenaga. Manusia tidak pernah bisa menetapkan apa yang akan terjadi satu jam dimukanya. Ia juga tidak bisa berada di dua tempat yang berbeda pada saat yang sama. Banyak hal yang ia tidak ketahui dan tidak mampu lakukan. Dengan demikian sungguh sombong jika ia menyatakan bahwa ia adalah penentu nasibnya sendiri. Dalam banyak aspek memang kita turut bekerja di dalam menggarap nasib kita. Kita memang bukan robot yang diprogram, tetapi kita harus tahu bahwa masih ada kuasa yang lebih besar dari kita, dan mau tidak mau kita harus bergantung kepada-Nya. Kesadaran ini adalah kesadaran yang justru wajar. Itulah kesadaran sebagai makhluk yang bergantung. Maka Alkitab menyatakan bahwa kita harus bersandar pada Tuhan, dan nilai serta perjalanan hidup kita harus dikonfirmasikan di hadapan Tuhan. Itulah cara terbaik dan pola hidup yang sesungguhnya dari satu makhluk yang bernama "manusia."


Posted by pemudakristen at 10:15 AM
Share This Post Share This Post
Post Comment | Permalink

View Latest Entries